Gaza – Seorang mantan tahanan Palestina dari Gaza mengungkap penyiksaan yang dialaminya di penjara Israel, termasuk dugaan bahwa pihak administrasi penjara dengan sengaja menginfeksi makanan mereka dengan virus, menyebabkan banyak tahanan menderita penyakit parah.
“Selama enam bulan, kami mengalami bisul, kudis, dan berbagai penyakit kulit,” kata mantan tahanan tersebut. “Petugas Israel melihat kami merangkak, tidak bisa berjalan karena kelaparan dan kurangnya obat-obatan. Tapi dia tidak peduli. Dia berkata: ‘Pergi nanti… mati saja! Tapi aku ingin kamu tetap berdiri dalam antrean.’ Bagaimana aku bisa berdiri dalam antrean sementara tubuhku penuh kudis dan bisul?”
Ia menambahkan bahwa kondisi di penjara sangat buruk, terutama di Penjara Ofer—yang disebutnya sebagai “kuburan bagi tahanan”—tempat administrasi penjara Israel diduga melakukan amputasi kaki dan jari para tahanan.
Salah satu tahanan yang mengalami amputasi jari adalah Mahmoud Abu Taima. Pada November lalu, surat kabar Israel Haaretz melaporkan bahwa kebijakan terbaru di penjara menyebabkan hampir 25% tahanan Palestina menderita kudis.
Sejumlah kelompok hak asasi manusia mengajukan petisi ke Mahkamah Agung Israel, menuduh Layanan Penjara Israel (IPS) gagal mengendalikan wabah penyakit tersebut.
Mantan tahanan menggambarkan kondisi sel yang kotor, penundaan perawatan medis, serta sikap acuh pihak penjara terhadap permohonan bantuan mereka.
Kelompok hak asasi manusia di Israel, termasuk Physicians for Human Rights dan Adalah, menuduh IPS mengabaikan protokol kesehatan yang seharusnya mencegah penyebaran penyakit.
Kelalaian ini juga menyebabkan penundaan sidang di pengadilan militer dan pembatasan konsultasi hukum bagi para tahanan. IPS bahkan mengakui di pengadilan bahwa wabah kudis telah menyebabkan penundaan proses hukum.
Krisis Kudis di Penjara Israel di Tengah Genosida Palestina
Kelebihan kapasitas dan kondisi buruk di penjara Israel memperparah wabah kudis, terutama selama agresi militer Israel di Gaza. Saat ini, sekitar 23.000 tahanan ditempatkan dalam fasilitas yang hanya dirancang untuk 14.500 orang, melebihi kapasitas hingga 60%.
Dari jumlah tersebut, 10.000 adalah tahanan Palestina yang dikategorikan sebagai ‘tahanan keamanan’. Murshid, seorang mantan tahanan, menggambarkan betapa sesaknya sel yang seharusnya untuk enam orang tetapi diisi oleh sepuluh tahanan, dengan beberapa di antaranya terpaksa tidur di lantai.
IPS disebutkan mengabaikan permintaan tahanan untuk memisahkan mereka yang terinfeksi kudis selama dua bulan. “Saat kami meminta bantuan, mereka berkata, ‘Kalian teroris dan pantas mati.’ Awalnya, mereka hanya memberi kami paracetamol,” kata Murshid kepada Haaretz.
Pengobatan yang tepat baru diberikan beberapa minggu kemudian, sementara dokter kulit baru memeriksa para tahanan empat bulan setelah wabah dimulai.
Kelalaian Medis
Kelompok hak asasi manusia menuduh IPS gagal menyediakan layanan kesehatan yang memadai. Para tahanan mengaku dilarang mencuci pakaian, terpaksa mengenakan pakaian kotor, dan tidak mendapatkan perawatan dermatologis yang cukup.
IPS mengklaim telah membentuk satuan tugas untuk mendistribusikan obat-obatan serta mencuci pakaian dengan suhu tinggi. Namun, kelompok hak asasi manusia menyatakan langkah ini terlambat dan tidak memadai.
Sumber: Quds News Network