Israel dan Hamas kembali menggelar perundingan tidak langsung di Qatar, menandai hari kedua dari proses negosiasi yang bertujuan mencapai kesepakatan gencatan senjata serta pertukaran tawanan di Gaza.
Pembicaraan ini berlangsung di tengah rencana kunjungan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, ke Amerika Serikat untuk bertemu dengan Presiden Donald Trump, yang menyatakan optimisme bahwa kesepakatan bisa tercapai dalam pekan ini.
Putaran terbaru negosiasi dimulai pada hari Minggu di Doha, ibu kota Qatar. Fokus utama pembahasan adalah penghentian sementara konflik bersenjata di Gaza serta pembebasan para sandera Israel dengan imbalan pembebasan tahanan Palestina. Meski ada sinyal positif dari jalannya pembicaraan, serangan militer Israel di wilayah Gaza belum mereda.
Pada hari Senin, serangan udara dan tembakan artileri Israel menyebabkan sedikitnya 61 warga Palestina tewas, menurut informasi dari rumah sakit setempat yang dikutip oleh Al Jazeera. Di antara korban tewas tersebut, terdapat tiga orang yang dilaporkan meninggal dunia di dekat pusat distribusi bantuan milik Yayasan Kemanusiaan Gaza di bagian utara Rafah, wilayah selatan Jalur Gaza.
Sebelum bertolak ke Washington, Netanyahu menegaskan bahwa tim perunding Israel telah dibekali instruksi yang jelas untuk menyepakati gencatan senjata berdasarkan parameter yang telah disetujui oleh pihak Israel sebelumnya.
Dalam pernyataannya kepada awak media, Netanyahu mengatakan, “Kami telah berhasil membebaskan sejumlah sandera, dan beberapa lainnya diharapkan akan segera dibebaskan.” Ia menambahkan bahwa pertemuannya dengan Trump diyakini bisa menjadi langkah penting dalam mempercepat proses tercapainya kesepakatan tersebut.
Sejauh ini, dari total 251 orang yang diculik oleh kelompok bersenjata Palestina pada serangan besar Oktober 2023, sebanyak 49 orang masih berada dalam tahanan di Gaza. Militer Israel menyebutkan bahwa dari jumlah tersebut, sekitar 27 orang diyakini telah tewas.
Meskipun negosiasi terus berjalan, ada ketegangan terkait isi dari proposal gencatan senjata yang didukung Amerika Serikat. Netanyahu sebelumnya menyatakan bahwa respons Hamas terhadap rancangan tersebut, yang disampaikan melalui mediasi Qatar dan Mesir, mengandung beberapa tuntutan yang menurutnya “tidak dapat diterima”.
Reporter Al Jazeera, Nour Odeh, yang melaporkan dari Yordania karena pelarangan liputan oleh Israel di wilayahnya dan Tepi Barat, menilai bahwa Netanyahu tampaknya berada dalam posisi yang sulit untuk menolak tekanan dari Trump. Ia menyebut pertemuan antara kedua pemimpin ini tengah dipersiapkan sebagai momen penting, bukan hanya terkait Gaza, tetapi juga menyangkut agenda regional yang lebih luas bagi Israel.
Odeh juga menyoroti perpecahan internal dalam kabinet Israel, yang membuat beberapa keputusan strategis—terutama terkait rencana penempatan kembali penduduk dan pendistribusian bantuan pangan—menjadi sulit untuk diambil secara bulat.
Sementara itu, Gedung Putih mengumumkan bahwa pertemuan antara Trump dan Netanyahu dijadwalkan berlangsung pada pukul 18.30 waktu setempat (22.30 GMT) pada hari Senin. Tidak seperti biasanya, pertemuan ini akan digelar tanpa kehadiran wartawan.
Diketahui, momentum terbaru pembicaraan ini muncul setelah eskalasi militer besar-besaran selama 12 hari yang melibatkan serangan udara oleh Israel dan Amerika Serikat terhadap sasaran-sasaran di Iran bulan lalu.
Faktanya, bom masih dijatuhkan, tetapi negosiasi terus berjalan. Gaza belum tenang, namun meja diplomasi tetap digelar.
Sumber: Aljazeera.com