Selasa, Juli 1, 2025
Blog Al Majdi Indonesia
  • Beranda
  • Berita
    • Nasional
    • Internasional
  • Update Palestina
  • Penyaluran
  • Publikasi
    • Artikel
  • Mari Berdonasi
No Result
View All Result
DONASI
  • Beranda
  • Berita
    • Nasional
    • Internasional
  • Update Palestina
  • Penyaluran
  • Publikasi
    • Artikel
  • Mari Berdonasi
No Result
View All Result
Blog Al Majdi Indonesia
No Result
View All Result
Home Publikasi

Gaza: Gencatan Senjata Harapan Bagi Ribuan Pasien Palestina yang Terluka

Admin2 by Admin2
20/01/2025
in Publikasi, Artikel
A A
0
Gaza: Gencatan Senjata Harapan Bagi Ribuan Pasien Palestina yang Terluka
0
SHARES
4
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Gaza – Di sebuah apartemen kecil di Khan Younis, dikelilingi lanskap yang hancur akibat perang sejauh mata memandang, Abeer al-Awady terus menghitung menit menuju gencatan senjata yang telah lama dinantikan.

Hidup putrinya, Hanaa, bergantung pada hal itu. Gadis berusia 15 tahun itu menjerit kesakitan setiap kali Abeer mencoba membuka selimut yang menutupi wajahnya.

RelatedPosts

Balita Gaza Mendapatkan Vaksin Polio, Namun Sebuah Bom Israel Merenggut Kaki Mereka

Gaza: Ketika Kelaparan Menjadi Realita Harian

Bahkan cahaya paling redup pun memicu rasa sakit tak tertahankan di mata Hanaa yang sensitif dan bengkak, membuat Abeer tidak punya pilihan selain menuruti permintaan putrinya yang penuh derita untuk menutupinya kembali.

Di balik selimut itu, wajah Hanaa menunjukkan dampak hebat dari kanker yang dideritanya. Sebuah massa merah mencuat dari mata kirinya, kepalanya tampak mengecil, dan lengannya yang lemah hampir tidak bisa bergerak.

Suaranya yang melemah dan tangisan tanpa henti menjadi saksi penderitaan yang telah dialaminya sejak diagnosisnya tiga bulan lalu.

Abeer hanya bisa berdoa agar penyeberangan Rafah, satu-satunya jalur Gaza menuju Mesir yang telah ditutup oleh Israel sejak operasi darat dimulai di wilayah selatan kantong Gaza pada Mei, segera dibuka saat gencatan senjata berlaku pada Minggu pagi.

“Saya tidak tahu berapa lama lagi Hanaa bisa bertahan,” ujarnya.

Bagi ribuan warga Palestina yang terluka di Gaza dan pasien seperti Hanaa, gencatan senjata yang disepakati kabinet Israel pada Sabtu, setelah ketegangan politik yang berkepanjangan, bukan hanya pencapaian diplomatik. Bagi mereka, ini adalah soal hidup dan mati.

Sebagai bagian dari kesepakatan tersebut, penyeberangan Rafah diperkirakan akan dibuka, memungkinkan warga Gaza keluar untuk mendapatkan perawatan medis.

Sektor kesehatan Gaza telah hancur akibat perang, kehilangan sumber daya manusia, peralatan, dan infrastruktur. Tenaga medis yang tetap bertahan menghadapi serangan Israel kini hanya bisa menawarkan sedikit kepada pasien mereka.

“Tidak ada yang bisa ditawarkan sektor kesehatan Gaza untuk kondisi kritis seperti ini: tidak ada obat, tidak ada spesialis, tidak ada operasi, prosedur, atau peralatan yang memadai,” ujar Dr. Muhammad Abu Salmiya, Direktur Kompleks Medis al-Shifa dan Kepala Departemen Pengobatan Luar Negeri, kepada Al Jazeera.

Ia menambahkan bahwa bagi banyak pasien, satu-satunya harapan adalah perawatan di luar negeri. Gencatan senjata ini diharapkan mempermudah keluarnya warga Palestina yang membutuhkan perawatan medis melalui penyeberangan Rafah.

“Detail tentang ke mana pasien akan dirujuk masih belum jelas. Sebanyak 5.300 warga Gaza yang keluar untuk perawatan sejak Oktober 2023 pergi ke negara-negara Arab, Eropa, dan juga Amerika Serikat. Negara tujuan untuk kasus-kasus baru ini masih belum dipastikan,” kata Abu Salmiya.

Tubuh Hanaa telah diambil alih oleh kanker. Tidak mendapat perawatan selama tiga bulan, gencatan senjata adalah satu-satunya harapannya untuk bertahan hidup [Mohamed Solaimane/Al Jazeera]

Vonis Mati bagi Pasien Bagi

Abeer, yang juga memiliki dua putra, penyeberangan Rafah adalah satu-satunya harapan keluarganya untuk menyelamatkan Hanaa. “Diagnosis Hanaa terasa seperti vonis mati bagi keluarga kami,” ucap Abeer sambil terisak.

“Namun, melihat kondisinya memburuk setiap hari, tanpa apa pun yang bisa kami lakukan di Gaza, adalah siksaan lain yang lebih berat.”

Penderitaan keluarga ini dimulai ketika mata Hanaa mulai bengkak, mendorong mereka untuk mengunjungi dokter mata yang langsung merujuknya ke Rumah Sakit Nasser di Khan Younis.

Di sana, tes mengonfirmasi kabar yang menghancurkan: Hanaa menderita kanker dengan beberapa tumor di kepalanya. Abeer mengenang bagaimana putrinya yang dulu penuh energi, meskipun lahir dengan atrofi otak dan kesulitan bicara, memiliki pendengaran tajam, penglihatan jelas, dan semangat hidup yang tinggi.

Namun, sejak diagnosis itu, Hanaa kehilangan penglihatannya sepenuhnya, dan pendengarannya juga menurun dengan cepat. Sebuah tumor besar di tenggorokannya membuatnya tidak bisa makan, sehingga ia harus bergantung pada selang makanan yang terhubung ke perutnya.

Selama tiga bulan, Hanaa tidak menerima perawatan kanker akibat kurangnya pasokan medis di Gaza. “Yang dia dapatkan hanya obat pereda nyeri untuk membantunya tidur,” kata Abeer.

“Jika bukan karena perang ini dan blokade, Hanaa bisa memulai perawatan dan mungkin sembuh. Sebaliknya, kondisinya terus memburuk, merampas indra dan geraknya.”

Pasien Gaza Meninggal Setiap Hari, Gencatan Senjata dan Pembukaan Rafah Jadi Harapan Terakhir

Menurut Dr. Muhammad Abu Salmiya, ada 20.000 pasien dan warga Palestina yang terluka di Gaza membutuhkan perawatan, dengan 12.000 di antaranya berada dalam kondisi kritis.

“Sekitar 6.000 orang yang terluka akibat perang membutuhkan perawatan mendesak di luar negeri. Ini termasuk sekitar 4.000 orang dengan amputasi, dan lebih dari 2.000 kasus cedera serius pada tulang belakang yang menyebabkan kelumpuhan,” ujarnya.

Dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB pada 3 Januari, Dr. Rik Peeperkorn, perwakilan WHO untuk Tepi Barat dan Gaza, menyatakan bahwa lebih dari seperempat dari 105.000 warga sipil yang terluka selama 15 bulan serangan Israel di Gaza menghadapi “cedera yang mengubah hidup”.

Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia PBB Volker Turk mengutip data WHO yang mencatat 654 serangan terhadap fasilitas kesehatan, mengakibatkan 886 kematian dan 1.349 luka-luka.

Sejak Oktober 2023, lebih dari 1.000 tenaga kesehatan telah terbunuh, semakin memperburuk sistem kesehatan Gaza yang sudah kewalahan. Hanya 16 dari 36 rumah sakit di Gaza yang masih berfungsi sebagian, dengan hanya tersedia 1.800 tempat tidur.

“Kami kehilangan pasien yang seharusnya bisa diselamatkan jika bukan karena perang. Hampir 25 persen pasien cuci darah telah meninggal. Bayi dengan kondisi jantung meninggal setiap hari di inkubator karena kami tidak bisa melakukan operasi. Hingga 20 pasien dengan penyakit yang dapat disembuhkan meninggal setiap hari di hadapan staf medis yang tak berdaya,” jelas Abu Salmiya.

Hambatan Evakuasi Medis

Keluar dari Gaza untuk perawatan medis menjadi “proses yang melelahkan dan sia-sia,” terutama sejak penutupan penyeberangan Rafah.

“Pembatasan Israel di perbatasan Karem Abu Salem [Kerem Shalom] membuat banyak pasien tidak diizinkan pergi meskipun sudah mendapat izin. Misalnya, bayi diberikan izin keluar, tetapi tanpa ibu mereka,” tambah Abu Salmiya.

Dari 12.000 kondisi kritis, hanya 490 yang diizinkan meninggalkan wilayah sejak Mei. Abu Salmiya menegaskan bahwa gencatan senjata harus disertai aliran sumber daya dan kemudahan keberangkatan pasien.

“Kami sangat membutuhkan ahli bedah plastik dan luka bakar, konsultan ortopedi, bedah saraf, bedah vaskular, bedah anak, bedah toraks, bedah maksilofasial, dan bedah jantung,” tegasnya.

Ia juga mendesak WHO, Otoritas Palestina, dan Mesir untuk “memastikan keberangkatan pasien dengan aman dan tepat waktu ke rumah sakit di seluruh dunia, mengingat banyak yang kehilangan dokumen perjalanan mereka akibat perang.”

Raghd al-Farra diberi izin untuk meninggalkan Gaza untuk menjalani perawatan pada bulan September, namun belum diizinkan meninggalkannya [Mohamed Solaimane/Al Jazeera]

Harapan Putus Asa di Rumah Sakit Nasser Di Rumah Sakit Nasser, Khan Younis

Raghd al-Farra yang berusia 14 tahun terbaring lemah di tempat tidur, hampir tidak mampu berbicara. Kesembuhannya dari luka-luka kritis bergantung pada perawatan di luar Gaza.

Raghd mengalami luka serius pada 22 Juli 2024, ketika serangan udara Israel menghantam rumah keluarganya.

“Rasanya sakit ini tidak pernah berakhir,” katanya dengan suara pelan dan terputus-putus. Ia telah menghabiskan sebagian besar waktu enam bulan terakhir di rumah sakit untuk perawatan saraf, tulang, dan perut.

Ibu Raghd, Shadia al-Farra, mengenang hari saat rumah mereka dibom. Shadia bersama tiga putrinya, termasuk Raghd, berada di lantai atas, sementara suaminya dan anak bungsu mereka di lantai bawah. “Dinding rumah runtuh menimpa kami,” katanya.

Serangan itu juga menghancurkan rumah tetangga, menewaskan seluruh penghuninya. Raghd didiagnosis dengan dua patah tulang belakang, patah kompleks di kaki kanan, dan pendarahan internal masif. Ia menjalani operasi darurat untuk mengangkat limpa dan sebagian paru-parunya, tetapi kondisinya tetap kritis.

“Ia masih mengalami fibrosis parah dan komplikasi perut lainnya yang membutuhkan perawatan yang tidak tersedia di Gaza,” jelas Shadia. Dokter telah mengajukan dokumen transfer Raghd ke luar negeri pada Agustus, tetapi hingga kini belum ada persetujuan.

Kondisinya terus memburuk; ia kesulitan bernapas, bergerak, atau makan, dan baru-baru ini menjalani operasi pengangkatan amandel untuk menangani komplikasi lebih lanjut. Shadia khawatir waktu Raghd semakin sedikit.

“Jika Rafah tidak segera dibuka, Raghd tidak akan selamat. Hidupnya tergantung pada perawatan khusus yang tidak bisa diberikan Gaza,” ujarnya.

Bagi para pasien dan keluarga mereka, gencatan senjata dan pembukaan Rafah adalah harapan terakhir. “Anak-anak kami sekarat di depan mata kami,” kata Shadia.

“Kami tidak berdaya karena sistem kesehatan kami kewalahan. Gencatan senjata dan pembukaan Rafah adalah satu-satunya harapan kami.”

Sumber: Al Jazeera

Tags: gazapalestina
Previous Post

Gaza: Perempuan dan 3 Anak Menjadi Korban dalam Serangan Israel di Tenda Pengungsi Al-Mawasi

Next Post

Tangis Haru dan Pelukan Sambut 90 Perempuan dan Anak Palestina yang Dibebaskan dari Penjara Israel

Next Post
Tangis Haru dan Pelukan Sambut 90 Perempuan dan Anak Palestina yang Dibebaskan dari Penjara Israel

Tangis Haru dan Pelukan Sambut 90 Perempuan dan Anak Palestina yang Dibebaskan dari Penjara Israel

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

  • Trending
  • Comments
  • Latest
Yayasan Al Majdi dan Al Kaffah Salurkan 16.000 Liter Air Bersih di Gaza

Yayasan Al Majdi dan Al Kaffah Salurkan 16.000 Liter Air Bersih di Gaza

04/10/2024
Kisah Nyata Kehidupan di kamp-kamp tenda di Gaza

Kisah Nyata Kehidupan di kamp-kamp tenda di Gaza

07/08/2024
Berita Terkini: Korban Agresi Israel Meningkat Menjadi Lebih Dari 27 Ribu Orang Syahid

Korban Agresi Israel Meningkat Menjadi Lebih Dari 27 Ribu Orang

24/12/2023
korban gaza

Setidaknya 17.177 orang meninggal akibat serangan Israel di Gaza

09/12/2023
Kisah Nyata Kehidupan di kamp-kamp tenda di Gaza

Kisah Nyata Kehidupan di kamp-kamp tenda di Gaza

2
Indonesia Kecam Serangan Israel Ke Rumah Sakit Gaza

Indonesia Kecam Serangan Israel Ke Rumah Sakit Gaza

0
Dubes: Warga Palestina Berterima Kasih dan Bangga ke Indonesia

Dubes: Warga Palestina Berterima Kasih dan Bangga ke Indonesia

0
Al-Quran dan Hadits: Dua Pedoman dalam Menyandarkan Agama Islam

Al-Quran dan Hadits: Dua Pedoman dalam Menyandarkan Agama Islam

0
penyaluran 1500 porsi makanan

Al Majdi Indonesia Salurkan 1.500 Porsi Nasi Hangat untuk Pengungsi Palestina di Gaza Utara

01/07/2025
qurban jordan

Yayasan Al Majdi Indonesia Salurkan Daging Qurban untuk Pengungsi Palestina di Camp Wehdat, Jordania

28/06/2025
Yayasan Al Majdi Gelar Khataman Al-Qur’an di Kamp Pengungsian Gaza Selatan

Yayasan Al Majdi Gelar Khataman Al-Qur’an di Kamp Pengungsian Gaza Selatan

28/03/2025
Yayasan Al Majdi Salurkan Ratusan Selimut untuk Pengungsi di Gaza Utara

Yayasan Al Majdi Salurkan Ratusan Selimut untuk Pengungsi di Gaza Utara

28/03/2025

Recent News

penyaluran 1500 porsi makanan

Al Majdi Indonesia Salurkan 1.500 Porsi Nasi Hangat untuk Pengungsi Palestina di Gaza Utara

01/07/2025
qurban jordan

Yayasan Al Majdi Indonesia Salurkan Daging Qurban untuk Pengungsi Palestina di Camp Wehdat, Jordania

28/06/2025
Yayasan Al Majdi Gelar Khataman Al-Qur’an di Kamp Pengungsian Gaza Selatan

Yayasan Al Majdi Gelar Khataman Al-Qur’an di Kamp Pengungsian Gaza Selatan

28/03/2025
Yayasan Al Majdi Salurkan Ratusan Selimut untuk Pengungsi di Gaza Utara

Yayasan Al Majdi Salurkan Ratusan Selimut untuk Pengungsi di Gaza Utara

28/03/2025
Blog Al Majdi Indonesia

Adalah lembaga Sosial yang Amanah, Profesional, serta Transparan yang Fokus pada Program Seputar Al-Qur'an dan Amal Kemanusiaan dalam rangka bersama-sama untuk menggapai 'Izzah.

Follow Us

  • Beranda
  • Berita
  • Update Palestina
  • Penyaluran
  • Publikasi
  • Mari Berdonasi

© 2023 Al Majdi Indonesia - web by RofiqFaiz.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Berita
    • Nasional
    • Internasional
  • Update Palestina
  • Penyaluran
  • Publikasi
    • Artikel
  • Mari Berdonasi

© 2023 Al Majdi Indonesia - web by RofiqFaiz.